CINTA GAK BISA DIBELI

Cover Final“Yem, ayo Yem, cepetan!” kata Rejeb.

Duk! Bruk! Buk!

“Adududuh!” jerit Iyem.
“Duh, Yem, gitu saja kok jatuh toh Yem, Yem,” kata Rejeb asal.
“Lha, kowe sing suru aku cepet-cepet. Makane aku jatuh!” balas Iyem kesel.

Mereka berdua mau melanglang ke Jakarta, cari kerjaan, sekaligus perbaikan nasib.

Sampai di Jakarta, setelah seminggu nganggur, Rejeb dengan jaringan ART-nya (=Asisten Rumah Tangga) berhasil mendapatkan pekerjaan. Satu untuk dirinya. Satu untuk Iyem.

Selang 1 tahun kemudian….

“Yem, aku besok mudik. Selamanya lho!” kata Rejeb dengan nada girang.
“Lho, kok ra ono kabar, moro-moro mudik toh?” tanya Iyem kaget.
“Yem, Yem… Aku mau kawin, Yem!” jawab Rejeb cengingisan.
“Halah Jeb, Jeb…. itu toh alesannya. Yo wis, selamet yho!” bales Iyem. HP pun ditutup. (Tau donk, jaman sekarang manusia agak sulit kalau hidup tanpa HP).

Tinggallah Iyem sendirian di Jakarta…..

Setelah 1 tahun lewat sejak kemudikkan Rejeb, Iyem berkenalan dengan seorang mahasiswa. Ehem, ehem!

“Cintaku cuma untuknya,” kata Iyem kesengsem-sengsem.

Tiba-tiba, 6 bulan setelah itu HP Iyem berbunyi, ring-tonenya lagu dangdut berjudul “Sepiring Sendiri-Sendiri”.

“Halo Yem!” kata yang di seberang sana.
“Emaaaak! Piye kabare mak?” tanya Iyem girang.
“Yem, kuwe muleh yo nduk. Mak rindu….,” kata sang Emak.

Singkat cerita Iyem ijin mudik 1 minggu dengan mengorbankan jatah cuti hari rayanya. (Ya iyalah… dah punya cowok di Jakarta gitu loh… kampung rasanya pait…ehm… gak semanis dulu maksudnya).

Ternyata Iyem dikenalin sama satu pria yang umurnya jauh lebih tui… eh maap, lebih tua!

“Mak, aku ora gelem. Aku wis duwe pacar di Jakarta.” jelas Iyem memelas.
“Wislah Yem, pacarmu iku pasti ora cocok!” jawab Rejeb yang rupanya ikutan nimbrung mendukung si Emak.

Iyem cuma bisa nangis.

Pacarnya memang masih mahasiswa, tapi dibanding tuan tanah bangkotan yang dikenalin Iyem ini, ya jelaslah Iyem lebih memilih cinta pertamanya.

“Mak, cinta iku ora iso dituku!” (Mak, cinta itu tidak bisa dibeli) kata Iyem sambil berdiri dan berlari masuk ke biliknya, terus nangis sesenggukan di situ.
“Iya, tapi apa kowe iso mangan wareg cuma karena cinta thok?!” balas Emak dengan sengit. (Maksud emak, emang lo pikir bisa makan kenyang dari cinta doang?)

Iyem bingung dan sedih. Dia nggak kirim sms atau kabar apapun ke sang arjuna di Jakarta. Takut mengganggu. Kan lagi konsentrasi untuk ujian akhir semester. (Iyem…Iyem…. besar nian pengorbananmu nak..)

Ketika sudah waktunya Iyem kembali sesuai janji ke majikan di Jakarta, Iyem memberanikan diri ngomong ke Emak.

“Mak, aku mau balik Jakarta….besok…”
“Kamu ini keras kepala kok Yem! Tanggung dewe yo akibate!” balas Emak, lagi-lagi dengan sengit.

Singkat cerita, Iyem pun kembali ke Jakarta dengan hati gundah gulana. Tapi…setelah berpikir dan berpikir, akhirnya dia tau apa yang dia pilih. Prinsipnya, cinta iku ora iso dituku…..

Hidup Iyem!!!

Rukiyem

“Yem!… Yem!…Ada yang cari kamu tuh, bapak-bapak!” kata majikan Iyem.
“Siapa ya bu?” tanya Iyem bingung. Biasa yang cari Iyem kan cuma si Frans (ehem), pacarnya yang mahasiswa itu. Itupun cuma hari Sabtu malam.

Tergopoh-gopoh Iyem menaruh piring-piring basah itu dan menuju pintu luar. Sementara itu pikirannya terus menduga-duga, “Siapa sih? Wong bapakku wis ora ono. Iki bapak sopo yho?” (=Siapa sih, orang bokap gue dah meninggal. Ini siapa ya?)

Begitu langkahnya tiba di pintu, Iyem berdiri kaku, pucat pasi, kaget setengah mati, setengah idup. Siapakah gerangan? (Tebak!)

Yak tul! Bapak itu adalah Mister tuan tanah yang dikenalin ke Iyem pas Iyem pulang kampung disuruh si emak.

“Eh, oh, eh, oh,… ehm… pak mister… Kok datang ke sini pak?” tanya Iyem kehilangan kekuatannya, lemes.
“Halo Yem… Iya ini saya. Mbok jangan panggil pak toh. Aku kan juga manusia…” jawab Mister yang ditanggapi dengan senyum asem sama Iyem.
“Jayus!” jerit Iyem dalam hati.

Iyem sengaja diam dan tidak menyuruhnya duduk di kursi teras rumah.

“Kok, aku ra mbok kongkon lungguh toh Yem?” (=Kok gue gak lo suru duduk sih Yem?) tanyanya.

Dengan segenap hati Iyem memberi alasan bahwa dia sibuk. Lain kali saja datang. Lagipula kalau datang kasih tau dulu, supaya dia siap (nggak kaget kayak patung gitu…).

“Yho wis, ini surat dari emakmu buat kamu. Saya pamit dulu,” kata Mister.

Singkat cerita pertemuan mereka cuma berlangsung 5 menit. Mister pun agak lunglai walau tidak kehilangan semangat untuk lain waktu ketemu Iyem lagi.

“Siapa Yem orang itu? Bapak kamu kan sudah meninggal?” tanya majikan.
“Duh! Kan sudah saya bilang, dia terlalu tua. Majikan saya saja mengira dia seumuran bapak saya,” pikir Iyem.

Setelah penjelasan Iyem disampaikan, majikannya cuma bisa tersenyum. Tinggallah Iyem merenung kebingungan……

Frans

Frans…,” kata Iyem dengan suara menahan gemetar.
“Ya….,” jawab Frans tanpa curiga.
“Sabtu depan jangan kemari ya,” kata Iyem.
“Lho, kenapa? Kamu bakal sibuk? Majikan kamu melarang? Atau di rumah ini akan ada pesta keluarga?” tanya Frans agak heran.
“Ehm… Saya akan kedatangan tamu dari desa. Dia minta ditemenin jalan-jalan keliling Jakarta,” jawab Iyem deg-degan.
“Oh.. begitu. Oke deh! Nggak papa kok. Kalau butuh bantuan saya jadi penunjuk jalan bilang saja, nanti saya ke sini,” jawab Frans.

Ah, ternyata segampang itu bicara sama Frans….. dia memang pengertian.

(Ah Iyem….)

Sabtunya…

“Yeeeemmm.. bapak kamu datang!” kata supir majikan.
“Duh! Bikin malu saja! Jangan teriak-teriak gitu dong. Lagian bapakku sudah meninggal, tau!” kata Iyem ke Pujo, sang driver.

Singkat cerita, Iyem ijin keluar dari rumah majikan jam 16.00 dan pulang rumah jam 21.30.

“Pegel atiku. Wis ngomong ora seneng kok tetep ngotot ngajak kawin (=Capek ati gua. Gua udah bilang gak suka ma dia kok dia ngotot ngajak merit)…. Emak sih….Benci aku….,” gumam Iyem. Air matanya pun mengalir.

Ibu

“Sudah Yem jangan nangis,” kata majikan dengan tiba-tiba.
“Eh, ibu… enggak kok saya kelilipan debu,” jawab Iyem terbata dan mengusap-usap matanya.
“Jangan coba membohongi sayalah, Yem. Saya tahu kok apa arti cinta,” jawab ibu bijak.

Singkat cerita (disingkat terus, soalnya kalau kelamaan kayak soap opera nanti, bertele-tele) Iyem curhat abis-abisan dengan majikannya sambil tak henti-henti menangis.

Iyem, tahu bahwa cinta itu tidak buta. Dia juga tahu bahwa tidak ada yang bisa membeli cinta.

Selagi Iyem menyatakan prinsipnya ini, si ibu langsung ke kamar dan keluar lagi membawa Alkitab.

“Betul kata kamu Yem, ini ayatnya,” kata Ibu. Ibu membuka dan membacakan Kidung 8:7.

Singkat cerita, hari Minggu Iyem ikut majikannya ke gereja.

Pulang dari situ Iyem ketemu sama Frans di bawah pohon beringin di pelataran samping gereja.

Frans baru pulang dari pelayanan, dipercaya jadi operator sound system di gerejanya.

Mereka terlibat pembicaraan seurieus…..

Apa yah….?????

Seminggu kemudian, Iyem dibaptis dan sekarang punya nama baru, Yemima! (Dipilihin si ibu, kan biar tetep mirip-mirip alias berbunyi sama, “yem”!)

Kabar si Mister??

(Oh iya, sampe lupa!)

Begitu hari Senin dia dateng ke rumah (majikan), Iyem dengan tegas tapi halus menolaknya.

Begini kalimat Iyem:
“Pak Mister (tetep dipanggil pak), saya tidak bersedia terima pinangan bapak. Maaf, selain usia yang terlalu jauh karena bapak lebih pantes jadi ayah saya, di samping saya sudah ada Frans. Dia orang Ambon. Orang tuanya sudah meninggal. Dia kuliah jurusan pertanahan atas biaya sendiri, dan begitu tahun depan dia lulus, kami akan menikah.”(tumben Yem, lancar ngomongnya..)

Duarrrr!!!! (Kilat bertaburan. Petir bersahutan)

Mister kali ini pucat pasi. Padahal dia udah pede banget bakal diterima karena dia percaya uang pasti bicara lebih kenceng.

Mister tidak percaya ada cinta sejati. Semuanya pasti bisa dibeli, begitu prinsipnya…… Ah Mister!!

Kali ini Mister asli kayak bapak2 (Ralat, dia memang bapak-bapak asli).

Doi tertatih-tatih pergi meninggalkan Iyem, untuk selamanya (maksudnya pulang kampung dan gak bakal ke Jakarta lagi untuk membeli cinta Iyem).

Di Bawah Pohon Beringin…

Pembicaraan di bawah pohon beringin itulah yang membuat Iyem yakin Frans adalah belahan jiwanya (ehem…!), begini percakapan mereka:

“Yem, gimana tadi suasana di gereja?” tanya Frans.
“Suasananya enak Mas. Damai. Aku seneng. Rasanya tenaaaaang gitu,” jawab Iyem apa adanya.
“Yem…,” lanjut Frans sambil meraih sepuluh jari jemari Iyem.
”Aku cinta sama kamu. Tahun depan setelah lulus, mau nggak kamu nikah sama aku?” tanya Frans pede.

Gubrak!!!!!

Iyem merah merona… nyaris pingsan karena angin sepoi-sepoi seperti mau menumbangkan tubuhnya yang tiba-tiba jadi enteng kayak kapas.

”Ehm… ehm….,” terbata-bata Iyem.
“Mmmm… au… Mas…” jawab Iyem.

Adegan berikutnya adalah tanggung jawab Iyem dan Frans….

Sejak itu mereka terikat janji dan Iyem mendapat kepastian dan keyakinan untuk lebih tegas mengemukakan pendapatnya terhadap lamaran Mister tuan tanah kaya raya tapi beristeri dan berumur banyak itu.

Ya, Iyem jadi menikah dengan Frans akhirnya… dan pasti happy ending….!

The end

NB: Cerita dan semua tokoh di dalamnya adalah hasil rekayasa. Bila ada kemiripan….. ya udahlah, gak papa kan….? Namanya juga nggak sengaja…..inspirasinya dateng dari mana-mana sih….

About Inspirations

Hi. I am just an ordinary person who loves to write about life, faith, relationship, and love.
This entry was posted in Fiksi/Fiction. Bookmark the permalink.

2 Responses to CINTA GAK BISA DIBELI

  1. Lulu says:

    Lucu. Sambil terharu2 juga sih, bacanya, gara2 bayangin sedihnya si Iyem.

Leave a reply to Inspirations Cancel reply