Nonton drama korea yang romantis memang membuat melayang. Adegan yang saya tonton hari itu adalah tentang dua orang lawan jenis, yang bertemu di waktu hujan. Payungnya kebetulan dimiliki si pria. Jadi wanitanya nebeng tanpa sengaja karena kebetulan berpapasan di tengah hujan. Terlihat romantis. Namanya juga film.
Faktanya?
Adegan tadi membuat memori lama terungkit. Hari itu turun dari jemputan kantor, kami berdua harus disambut hujan. Dari yang merintik, lama-lama menderas. Payung saya model lipat yang tentu saja tidak terlalu besar sekalipun sudah dibuka lebar-lebar. Padahal saya sudah memberikan payung itu ke “mantan pacar” waktu itu. Dan membayangkan suasana seperti di film-film gitu. Dipayungin. Rasanya gimana ya? Eh… ternyata…
“Kamu pegang aja payungnya…” katanya tiba-tiba dan menyodorkan payung yang sudah dia pegang ke saya.
Dengan gundah gulana dan bingung saya spontan mengambil payung yang memang sudah tidak bisa ditolak.
“Supaya kamu ngga kena hujan. Kalau aku yang pegang, nanti kamu samping-sampingnya kena hujan…” lanjutnya.
“Oh! Ok!” jawab saya yang tadinya bingung dan mulai mencoba memahami “logika payung”-nya.
Tapi suasana yang saya bayangkan jadi ambyar bubar di jalan. Karena faktanya adalah, saya yang sibuk memayungi dia, dan bukan saya yang dipayungi. Ya sudahlah… untung adegan hujan cuma sekali. Kalau terulang lagi mungkin makin realistis bahwa bayangan dan harapan “dipayungin” ketika sepayungan berdua memang tidak seperti di film-film…
To be continued…