Cerita Teman Lama

Short hairMemiliki teman, walau sedikit, sangatlah berarti. Sejak kecil, teman saya tidak banyak. Begitu pun waktu kuliah, kurang dari 10 orang. Tapi buat saya sangat berarti. Dulu kami benar-benar dekat. Hanya karena jarak, kesibukan, dan selesai studilah yang membuat kami berjauhan. Ada yang di Amerika, ada yang di Singapura, atau sama-sama di Jakarta tapi terpisah jarak dan kemacetan,  dan ada juga yang entah dimana.

Hari itu setelah 10 tahun tidak pulang ke Indonesia, salah seorang teman akhirnya bisa punya waktu untuk bertemu kami yang di Jakarta. Bertiga saja. Pembicaraan mengalir lancar, ada begitu banyak cerita yang dibagikan seolah tidak ingin selesai namun diburu waktu. Perbincangan yang sangat dekat seolah kami ingin mengulang keakraban yang lalu. Menyenangkan, walau ada juga kisah yang tidak bisa dikategorikan senang.

Kami berbagi cerita tentang orangtua kami yang sudah sepuh, yang membuat air mata harus saya tahan padahal bukan giliran saya yang bercerita. Kalau dulu obrolan kami hanya seputar mata kuliah, dosen, dan diisi dengan belajar dan belajar, lalu saling bertanya nilai ujian atau kuis yang didapat, sekarang obrolan kami bagaikan nenek-nenek yang sudah uzur. Soal mata, plus atau minus, soal rutinitas pekerjaan dan mengurus rumah tangga yang sangat melelahkan, soal anak-anak yang sulit diatur, atau tingkah polah anak-anak jaman sekarang yang memang jauh berbeda dibanding jaman kami anak-anak dulu. Sedih, seru, lucu, semua bercampur bagaikan bubur yang diaduk, nikmat rasanya. Ada gurih, ada manis, ada asin, wangi seledri, ayam suwir, dan lain-lain. Menyenangkan, sungguh.

Sayangnya kami harus menyudahi malam itu seiring dengan bunyi-bunyian pintu toko-toko di mal yang mulai ditutup, termasuk tempat kami makan.

Terkadang mendengarkan suka duka teman dekat yang meskipun membuat ikut sedih, saya juga jadi berkaca dan sadar, bahwa “Hei, aku bukan satu-satunya orang yang punya masalah…!” Karena ternyata masing-masing manusia punya problemnya sendiri.
“Enak ya jadi kamu, selalu santai…” kata seorang teman ke saya.
“Ah, enggaklah, tiap orang punya masalah kok,” kata saya.
Dan malam ini, reunian kecil bersama teman kuliah meyakinkan itu semua. Bahwa setiap manusia punya bebannya masing-masing. Beban yang akan membuat manusia mau tidak mau terus berlindung dan berharap serta ingat akan Penciptanya.

To be continued…

About Inspirations

Hi. I am just an ordinary person who loves to write about life, faith, relationship, and love.
This entry was posted in Life. Bookmark the permalink.

Leave a comment