Karena Hidup Bukan Drakor

Banyak orang, khususnya wanita, suka nonton Drakor. Mungkin karena jalan ceritanya exactly seperti yang diharapkan oleh penontonnya. Contoh, waktu yang cewek dicegat orang jahat di tengah jalan, tiba-tiba muncullah cowok yang ditaksirnya dan dengan sigap membuat orang-orang jahat tadi lari tunggang-langgang pontang-panting kocar-kacir. Si cewek pun selamat dan merasa aman. Contoh lain lagi, waktu yang cewek sedang bad mood, sedih, tapi tidak mau cerita ke siapapun, tiba-tiba datanglah cowoknya, mendekat, melihat dia menangis, lalu memeluknya. Eaaaaa….!

Akan tetapi, drakor hanyalah cerita fiktif, buatan manusia yang ngga bakalan kejadian di kehidupan nyata. Sejak kapan ada cowok yang selalu ada, waktu yang cewek sedang tidak baik-baik saja? Sepertinya tidak pernah. Kecuali memang ada komunikasi yang disampaikan dari si cewek ke cowoknya. Itu pun, tanggapan atau respon si cowok akan berbeda-beda, dan tidak persis seperti yang diharapkan. Bahkan tidak jarang, si cewek makin kesel dan marah setelah cowoknya menanggapi kondisinya yang sedang tidak baik-baik saja itu tadi. “Sudahlah jangan berpikir negatif!”, atau “Gitu aja nangis”, atau “Sudah, berdoa saja”, dan lain-lain tanpa bisa paham apa yang dimaui si cewek.

Saya ingat, seorang teman baik pernah menasehati, “Jangan suka nonton drakor!” Nasehatnya bukan cuma sekali, tapi berkali-kali. Jadilah saya menimbang dan lalu memutuskan untuk tidak lagi mencari drakor-drakor, yang memang bisa membuat “melayang” alias tidak menginjak bumi, alias hidup dalam khayalan belaka. Padahal hidup itu tidak pernah 100% identik dengan apa yang kita inginkan, bahkan suami atau istri, atau keluarga terdekat sekalipun, atau mungkin saudara kembar, tetap tidak bisa persis memenuhi harapan kita.

Jadi, karena hidup ini bukanlah drakor, berhenti juga jadi drama queen dan drama king. Hidup ngga perlu pakai drama. Apapun yang terjadi, Alkitab mengajarkan, “Mengucap syukurlah dalam segala hal…”

To be continued…